JAKARTA- Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Indonesia sulit dituntaskan lantaran terdapat upaya politisasi, salah satunya dengan keterlibatan DPR RI. "Bukan suatu penegak hukum, DPR malah diberikan wewenang untuk memberikan rekomendasi. Agak disalahartikan ini," kata akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang,

Upaya Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia 1. Peradilan dan Sanksi Atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia akan senatiasa terjadi jika tidak secepatnya ditangani. Negara yang tidak mau menangani kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negaranya akan disebut sebagai unwillingness state atau negara yang tidak mempunyai kemauan menegakkan HAM. Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negara tersebut akan disidangkan oleh Mahkamah Internasional. Hal ini tentu saja menggambarkan bahwa kedaulatan hukum negara itu lemah dan wibawanya jatuh di dalam per gaulan bangsa-bangsa yang beradab. Sebagai negara hukum dan beradab, tentu saja Indonesia ti dak mau disebut sebagai unwilling ness state. Indonesia selalu menangani sendiri kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negaranya tan pa bantuan dari Mahkamah Internasional. Contoh-contoh kasus yang dikemukakan pada bagian sebelumnya merupakan bukti bahwa di negara kita terdapat proses per adilan untuk menangani masa lah HAM, terutama yang sifatnya berat. Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia diperiksa dan diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden dan berada di lingkungan peradilan umum. Setelah berlakunya undang-undang tersebut, kasus pelanggaran HAM di Indonesia ditangani dan diselesaikan melalui proses peradilan di Pengadilan HAM. Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2000, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum Acara Pidana. Proses penyidikan dan penangkapan dilakukan oleh Jaksa Agung dengan disertai surat perintah dan alasan penangkapan, kecuali tertangkap tangan. Penahanan untuk pemeriksaan dalam sidang di Pengadilan HAM dapat dilakukan paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari oleh pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya. Penahanan di Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari. Penahanan di Mahkamah Agung paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari. Adapun penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Komnas HAM. Dalam melakukan penyelidikan, Komnas HAM dapat membentuk Tim ad hoc yang terdiri dari Komnas HAM dan unsur masyarakat. Hasil penyelidikan Komnas HAM yang berupa laporan pelanggaran hak asasi manusia, diserahkan berkasnya kepada Jaksa Agung yang bertugas sebagai penyidik. Jaksa Agung wajib menindaklanjuti laporan dari Komnas HAM tersebut. Jaksa Agung sebagai penyidik dapat membentuk penyidik ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat. Proses penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung. Dalam pelaksanaan tugasnya, Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah atau masyarakat. Setiap saat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Jaksa penuntut umum ad hoc sebelum melaksanakan tugasnya harus mengucapkan sumpah atau janji. Selanjutnya, perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan HAM yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan HAM paling lama 180 hari setelah berkas perkara dilimpahkan dari penyidik kepada Pengadilan Hakim Pengadilan HAM yang berjumlah lima orang terdiri atas dua orang hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc yang diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan. Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan banding ke Pengadilan Tinggi, perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi. Pemeriksaan perkara Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Pengadilan Tinggi dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri atas dua orang hakim Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc. Kemudian, dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan kasasi ke Mahkamah Agung, perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung. Pemeriksaan perkara pelanggaran HAM berat di Mahkamah Agung dilakukan oleh majelis hakim terdiri atas dua orang Hakim Agung dan tiga orang hakim ad hoc. Hakim ad hoc di Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usulan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2. Peradilan dan Sanksi Atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia Internasional Poses penanganan dan peradilan terhadap pelaku kejahatan HAM internasional secara umum sama dengan penanganan dan peradilan terhadap pelaku kejahatan yang lain, sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana di Indonesia. Secara garis besar, apabila terjadi pelanggaran HAM yang berat dan berskala internasional, proses peradilannya sebagai berikut. a. Jika suatu negara sedang melakukan penyelidikan, penyidikan atau penuntutan atas kejahatan yang terjadi, maka pengadilan pidana internasional ber ada dalam posisi inadmissible ditolak untuk menangani perkara kejahatan tersebut. Akan tetapi, posisi inadmissible dapat berubah menjadi admissible diterima untuk menangani perkaran pelanggaran HAM, apabila negara yang bersangkutan enggan unwillingness atau tidak mampu unable untuk melaksanakan tugas investigasi dan penuntutan. b. Perkara yang telah diinvestigasi oleh suatu negara, kemudian negara yang bersangkutan telah memutuskan untuk tidak melakukan penuntutan lebih lanjut terhadap pelaku kejahatan tersebut, maka pengadilan pidana inter nasional berada dalam posisi inadmissible. Namun, dalam hal ini, posisi inadmissible dapat berubah menjadi admissible bila putusan yang berdasarkan keengganan unwillingness dan ketidakmampuan unability dari negara untuk melakukan penuntutan. c.. Jika pelaku kejahatan telah diadili dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap, maka terhadap pelaku kejahatan tersebut sudah melekat asas nebus in idem. Artinya, seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama setelah terlebih dahulu diputuskan perkaranya oleh putusan pengadilan peradilan yang berkekuatan tetap. Putusan pengadilan yang menyatakan bahwa pelaku kejahatan itu bersalah, berakibat akan jatuhnya sanksi. Sanksi internasional dijatuhkan kepada negara yang dinilai melakukan pelanggaran atau tidak peduli terhadap pelanggaran hak asasi manusia di negaranya. Sanksi yang diterapkan bermacam-macam, di antaranya 1 diberlakukannya travel warning peringatan bahaya berkunjung ke negara tertentu terhadap warga negaranya, 2 pengalihan investasi atau penanaman modal asing, 3 pemutusan hubungan diplomatik, 4 pengurangan bantuan ekonomi, 5 pengurangan tingkat kerja sama, 6 pemboikotan produk ekspor, 7 embargo ekonomi. Baca Juga Penyimpangan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia Hak Asasi Manusia Dalam Nilai Praksis Sila-Sila Pancasila Demikian Artikel Upaya Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Saya Buat Semoga Bermanfaat Ya Mbloo Artikel Terkait Pengelolaan Kekuasaan Negara Di Tingkat Pusat Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Hakikat Hak Dan Kewajiban Warga Negara Sistem-Sistem Hukum Di Indonesia Hakikat Demokrasi Dalam Pancasila Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Di Indonesia upayapenyelesaian kasus pelanggaran ham (hak asasi manusia) yang akan dijelaskan yakni peradilan dan sanksi atas pelanggaran ham di indonesia, pembentukan pengadilan ham, tugas pengadilan ham, wewenang pengadilan ham, penanganan kasus pelanggaran ham di pengadilan ham, proses penangkapan dan penahanan pelanggaran ham
JAKARTA, - Proses penyelesaian kasus kasus-kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia HAM berat masa lalu sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Dari pihak korban dan keluarga sangat berharap perkara itu diselesaikan melalui mekanisme pengadilan HAM ad hoc. Namun, pemerintah kembali mengajukan upaya penyelesaian melalui jalur lain yakni di luar pengadilan non-yudisial.Kepala Kantor Staf Presiden KSP Moeldoko mengatakan, pemerintah akan mengutamakan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat sebelum tahun 2000 dilakukan melalui mekanisme non-yudisial. "Untuk kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu terjadi sebelum November 2000 akan diprioritaskan dengan penyelesaian melalui pendekatan non-yudisial. Seperti melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi KKR," ujar Moeldoko saat menerima mahasiswa Trisakti sebagaimana dilansir dari siaran pers KSP, Rabu 18/5/2022. Baca juga Komnas HAM Desak Presiden Selesaikan 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat Indonesia Moeldoko mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Kemenko Polhukam sedang memfinalisasi draf kebijakan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat melalui mekanisme non-yudisial, atau melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Selain itu, dia juga memastikan Pengadilan HAM peristiwa Paniai berjalan. "Dengan pendekatan ini, kami berharap kasus Trisakti, Semanggi I dan II, Kasus Mei 98 dan lain-lain bisa turut terselesaikan," ujar Moeldoko. Moeldoko mengatakan kasus Trisakti 1998 termasuk kategori pelanggaran HAM berat masa lalu yang idealnya diselesaikan melalui mekanisme non-yudisial. Kasus tersebut dapat diselesaikan melalui KKR. Baca juga Kontras Desak Kejagung Libatkan Penyidik Sipil Usut Pelanggaran HAM Berat PaniaiKepada perwakilan mahasiswa Trisakti, Moeldoko juga menyatakan, meskipun pengadilan belum bisa digelar, pemerintah tetap mengupayakan agar para korban peristiwa Trisakti tetap mendapatkan bantuan dan pemulihan dari negara. "Oleh karenanya pada 12 Mei lalu BUMN memberikan bantuan perumahan kepada 4 keluarga korban Trisakti. Ini bentuk kepedulian dan kehadiran negara di hadapan korban," ucap Moeldoko. Cuci tangan Kepala Divisi Pengawasan Impunitas Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan KontraS Tioria Pretty Stephanie memperkirakan sikap pemerintah yang mendorong penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat di luar pengadilan hanya sebagai upaya "cuci tangan", tetapi tidak benar-benar memberi keadilan. "Lagi-lagi upaya cuci tangan. Tidak ada itu menunggu putusan DPR. Sudah jelas di Putusan MK No 18/PUU-V/2007 bahwa proses DPR justru baru dimulai setelah ada hasil penyelidikan dan penyidikannya. Jadi sudah tidak perlu memperdebatkan telur dan ayam duluan mana," kata Pretty saat dihubungi Kamis 19/5/2022. Pretty mengatakan, sampai saat ini seluruh keluarga korban dan kalangan pegiat hak sipil menunggu niat baik pemerintah untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM dalam Tragedi Trisakti. Selain itu, kata dia, semua masukan dan bahan untuk membawa perkara itu ke ranah pengadilan sudah di tangan pemerintah. Pretty mengatakan, proses pendampingan dan upaya yang dilakukan oleh keluarga para korban untuk mencari keadilan bagi anggota keluarga mereka yang diduga menjadi korban pelanggaran HAM terus dilakukan. Bahkan desakan juga sudah disampaikan kepada semua lembaga negara mulai dari legislatif, eksekutif, sampai yudikatif. "Bolanya benar-benar tinggal di pemerintah. Jadi pada dasarnya pemerintah bukannya enggak tahu harus melakukan apa, tapi enggak mau aja," kata Pretty. Penulis Dian Erika Nugraheny Editor Bagus Santosa Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

PENYELESAIANkasus pelanggaran HAM berat masa lalu dinilai lebih efektif dengan membentuk Komisi Kepresidenan ketimbang menjalankan konsep Dewan Kerukunan Nasional (DKN). Pemerintah harus mencari solusi agar hak-hak korban terpenuhi. Demikian dikatakan Kepala Divisi Pemantauan Impunitas pada Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak

Bagikan pelanggaran HAM komisi kebenaran dan rekonsiliasi menkopolhukam mahfud md pelanggaran hak asasi manusia. Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Desember 2019 di halaman 6 dengan judul "Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu" . Baca Epaper Kompas. Terjadi galat saat memproses permintaan. Dzimar Laka (2019) UPAYA AMNESTI INTERNASIONAL DALAM PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAM DI TIBET. Undergraduate (S1) thesis, University of Muhammadiyah Malang. Konsekuensijika sebuah negara tidak melakukan upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan hak asasi manusia (HAM) diantaranya sebagai Ikbj.
  • hz8h8ntjcn.pages.dev/73
  • hz8h8ntjcn.pages.dev/296
  • hz8h8ntjcn.pages.dev/355
  • hz8h8ntjcn.pages.dev/524
  • hz8h8ntjcn.pages.dev/402
  • hz8h8ntjcn.pages.dev/203
  • hz8h8ntjcn.pages.dev/572
  • hz8h8ntjcn.pages.dev/513
  • upaya penyelesaian kasus pelanggaran ham